Gedung Perundingan Linggarjati

INILAH.COM, Kuningan - Perundingan atau perjanjian Linggarjati bisa dianggap sebagai sebuah perjanjian yang sangat penting bagi negara Indonesia.

Perundingan ini mempunyai hubungan yang erat dengan eksistensi pemerintah Indonesia di mata dunia pada waktu itu, baik secara de facto maupun de jure.

Di antara isi pokok perjanjian Linggarjati, adalah Belanda mengakui secara De Facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia. Kemudian, Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.

Gedung Linggarjati mempunyai sejarah yang panjang. Johannes Van Os, ialah orang yang pertama kali memperbaiki rumah ini dan menjadikannya rumah keluarga pada 1930. Sebelumnya rumah ini hanyalah sebuah gubuk milik ibu Jasitem yang kemudian diperistri oleh orang Belanda.

Pada 1935, oleh Van Hetker gedung ini dikontrak dan di rombak lagi menjadi Hotel Rustoord. Pada zaman pendudukan Jepang, gedung ini direbut dan dijadikan Hokai Ryokai pada 1942.

Pada 1945 pejuang kita berhasil merebutnya dan dijadikan sebagai markas BKR dan diubah namanya menjadi Hotel Merdeka. Perundingan Linggarjati pun terjadi pada tanggal 10-13 November 1946.

Kemudian pada 1950-1975, sempat digunakan untuk Sekolah Dasar Linggarjati 1. Kemudian akhirnya gedung ini dijadikan museum setelah direnovasi.

Pada 1985, sang anak pemilik rumah yaitu Dr. Willem Van Os dan Joty Kulve-Van Os yang memang dibesarkan di rumah ini berhasil memperjuangkannya untuk dikukuhkan sebagai cagar budaya dan memiliki nama Gedung Perundingan Linggarjati.
Share on Google Plus

0 komentar: