Lembah Cilengkrang

Lembah Cilengkrang Obyek Wisata Alam Kuningan





Lembah Cilengkrang adalah salah satu objek wisata alam yang berada  di kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Lembah Cilengkrang terletak di Desa Pajambon, Kacamatan Karamatmulya, Kabupaten Kuningan, termasuk salah satu kawasan wisata alam hutan hujan tropis Ciremai.

0 komentar:

Tahu Kopeci Kuningan


KUNINGAN (bisnis-jabar.com)--Empuknya Tahu Kopeci, salah satu kuliner khas Kabupaten Kuningan Jawa Barat memang bisa bikin lidah bergoyang.Pasalnya tahu kopeci khas Kuningan memiliki isi yang lebih banyak (padat) dibanding jenis tahu serupa misalnya tahu khas Sumedang yang tidak memiliki isi.
Empuk dan gurihnya tahu kopeci Kuningan ini bisa dibeli di sejumlah kios yang berada di beberapa tempat, akan tetapi di Jalan Veteran Jagabaya inilah terdapat banyak kios yang menjual tahu khas Kuningan.Tahu kopeci ini dijual dengan harga Rp500 per buah, dan kalau beli dengan jumlah yang banyak tahu kopeci akan dibungkus denngan tempat khusus yang terbuat dari bambu.
Para pengusaha tahu kopeci ini biasanya juga menyediakan lontong dan susu kedelai, yang akan membuat santap tahu khas Kuningan ini kian nikmat.Susu kedelai dijual Rp1.500 per bungkus, adapun lontongnya ada 2 jenis, lontong ukuran kecil Rp500 per buah dan ukuran besar dijual Rp1.000 per buah.
Harga tahu kopeci, lontong dan susu kedelainya cukup terjangkau kan? Jadi kalau berkunjung ke Kuningan silahkan mampir di kios tahu kopeci.

0 komentar:

Terapi Ikan Cigugur Kuningan


Ikan Dewa Cigugur ini sebagaimana namanya, terletak di desa Cigugur, Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.kuningan sendiri termasuk wilayah 3 cirebon yaitu : kuningan, indramayu dan majalengka provinsi jawabarat . ada yang tau gak sejarah ikan dewa cigugur ini?? Pada awlanya Kolam Cigugur bernama Kolam Ikan Keramat karena menampung ikan dewa atau ikan kancra bodas (ikan mas putih). Ikan ini dibilang keramat karena populasinya terbatas dan sulit dibudidayakan. Agar tidak punah, ikan pun dikeramatkan.

Masyarakat Kab Kuningan memiliki mitos ikan dewa yang terdapat di Masyarakat Kab Kuningan memiliki mitos ikan dewa yang terdapat di Balong Keramat di Kec Cigugur, Darmaloka, Desa Ragawacana Kec Kramatmulya. Desa Sidamulya dan Manis Kidul Kec Jalaksana serta di Kec Pasawahan. dan Ikan dewa oleh masyarakat sekitar tidak pernah diganggu. Apalagi dipancing untuk dikonsumsi. Mitos tersebut terpelihara sampai sekarang. Dampaknya, banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke Kuningan sekedar ingin mengetahui ikan dewa. Padahal jenis ikannya sama dengan ikan emas. Hanya perbedaannya habitatnya berada di air bersuhu dingin dan berasal dari sumber mata air. Ikan itu lah yang sampai sekarang disebut ikan dewa dan tidak boleh dimakan oleh siapa pun. Tapi ada sumber lain yang mengatakan sejarah terbentuknya daerah Cigugur.

Sebelum lahir nama Cigugur, tempat itu acap disebut dengan nama Padara. Nama ini diambil dari nama seorang tokoh masyarakat, yaitu Ki Gede Padara, yang memiliki pengaruh besar di desa itu. Padara berasal dari kata padan dan tara yang artinya pertapa. Ki Gede Padara adalah seorang wiku yang konon lahir sebelum Kerajaan Cirebon berdiri, yaitu pada abad ke-12 atau ke-13.Ia memiliki ilmu tinggi, sehingga badannya transparan, bisa tembus pandang. Ki Gede Padara disebutkan hidup sezaman dengan tokoh dari Talaga, Pangeran Pucuk Umun, Pangeran Galuh Cakraningrat dari Kerajaan Galuh, dan Aria Kamuning yang memimpin Kajene atau Kuningan. Bahkan, mereka ini sebenarnya masih memiliki hubungan kekerabatan. Bedanya, Pucuk Umun, Galuh Cakraningrat, dan Aria Kamuning, disebut menganut agama Hindu, sementara Ki Gede Padara tak menganut agama apapun. Di usia tuanya, Ki Gede Padara berkeinginan untuk segera meninggalkan kehidupan fana. Namun, ia sendiri sangat berharap proses kematiannya seperti layaknya manusia pada umumnya. Berita tersebut terdengar oleh Aria Kamuning, penguasa Kajene atau Kuningan, yang kemudian menghadap kepada Syekh Syarif Hidayatullah. Atas laporan itu, Syekh Syarif Hidayatullah pun langsung bertemu dengan Padara. Syekh Syarif Hidayatullah merasa kagum dengan ilmu kadigjayan yang dimiliki oleh Ki Gede Padara. Dalam pertemuan itu Padara pun kembali mengutarakan keinginannya agar proses kematiannya seperti layaknya manusia biasa.

Syekh Syarif Hidayatullah meminta agar Ki Gede Padara untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai syaratnya. Syarat yang langsung dipenuhi Ki Gede Padara. Namun, baru satu kalimat yang terucap, Ki Gede Padara sudah sirna. Setelah Ki Gede Padara menghilang, Sarif Hidayatullah bermaksud mengambil air wudu. Namun, di sekitar lokasi tersebut sulit ditemukan sepercik air pun. Dengan meminta bantuan Allah SWT, dia pun menghadirkan guntur dan halilintar disertai hujan yang langsung membasahi bumi. Dari peristiwa inilah kemudian sebuah kolam tercipta. Kini, kolam yang dipakai untuk wudu Sunan Gunung Jati itu disebut Obyek Wisata Kolam Renang Cigugur, untuk ikan nya ada begitu saja.

Untuk masuk ke objek wisata ikan dewa ini hanya membeli tiket masuk seharga Rp.7000. Di objek wisata ini kita akan dimanjakan dengan ikan dewa dan terapi ikan nilen layaknya di spa-spa modern, udara sejuk dari pegununggan dan keindahan pemandangan nya. jika Anda memasukan kaki ke dalam kolam. Anda akan merasakan dinginnya air kolam,atau kalau kuat dengan sensasi gelinya, tubuh Anda segerombolan ikan-ikan nilem kecil sontak tanpa dikomando akan langsung mengerubungi kaki Anda dan menggigitnya

0 komentar:

Paralayang Citangtu


Paralayang ini terdapat di desa Citangtu Kuningan.

0 komentar:

Wisata Ikan Dewa Cibulan


Wisata Ikan Dewa di Cibulan.

1 komentar:

3 Air Terjun Mistis di Kuningan

Berikut ini adalah 3 air terjun (curug) yang ada di Kuningan, yang menyimpan cerita-cerita mistis:

1. Curug Bangkong



Kenapa disebut Curug Bangkong? Bangkong dalam bahasa Sunda bermakna 'Kodok'. Apakah air terjunnya seperti kodok bentuknya? Bukan.

Air terjun yang berlokasi di Desa Kertawirama, Kec. Nusaherang, tak jauh dari lokasi wisata Waduk Darma ini disebut Curug Bangkong karena berdasarkan cerita rakyat atau mitos, mungkin bisa juga disebut folklore (cerita rakyat) yang beredar di masyarakat sekitar curug ini. Dulu ada tokoh pertapa yang tirakat di dekat curug. Tokoh ini selain bertapa juga bergaul dengan masyarakat sekitar. Namun kemudian ketika ia memutuskan untuk bertapa kembali lalu menghilang tanpa jejak. Masyarakat kemudian sering mendengar suara kodok yang nyaring dari curug tersebut. Maka, mitos pun menyebar bahwa tokoh pertapa berubah menjadi bangkong (kodok). Dan, air terjun itu pun dinamakan "Curug Bangkong".

Air terjun ini memiliki ketinggian 23 meter dan airnya sangat deras dan keruh. Airnya mengalir ke sungai-sungai dan digunakan oleh warga untuk mengairi sawah.

2. Curug Sidomba



Air terjun yang lain berada di kecamatan Jalaksana, Kuningan. Dari kota, jarak tempuh ke lokasi ini kurang lebih 30 menit. Di hari libur tempat ini ramai dikunjungi.

Air terjunnya sendiri tidak sederas seperti di Curug Bangkong, yang terkesan sepi pengunjung, di Curug Sidomba bahkan air terjunnya sangat tipis dan hanya setinggi 3 meter. Namun airnya sangat jernih dan luar biasa dingin. Lantas kenapa ramai dikunjungi? Ini terkait kepercayaan atau mitos, bahwa jika cuci muka di curug ini akan dimudahkan segala macam urusan: dari rejeki, jodoh, dan sebagainya.

Terdapat kran khusus bagi pengunjung untuk mencuci muka. Kuncen atau penjaga curug akan membacakan bacaan-bacaan tertentu di saat memberikan air curug untuk dijadikan cuci muka. Entah dari mana kepercayaan ini bermula. Dari namanya sendiri, Curug Sidomba berarti dulunya adalah tempat pangangonan (penggembalaan) domba. Patung domba pun berdiri besar di gerbang Curug Sidomba.

3. Curug Putri

Curug yang ketiga berikut berada di Palutungan, di Kecamatan Cigugur. Jalan menuju tempat ini berkelok dan menanjak, seperti menaiki gunung, karena memang lokasinya tepat di kaki gunung Ciremai. Palutungan, dalam bahasa Sunda berarti sarang monyet.

Selain digunakan sebagai bumi perkemahan, di lokasi wisata palutungan ini ada beberapa air terjun. Yang paling dekat adalah Curug Putri. Adapun yang jauh ada curug Mangkok.
Dulu saya pernah ke curug ini dan juga pernah membuat tulisan tentang 'penampakan putri'. Sebetulnya bukan penampakan, tapi karena memang curugnya menyerupai Putri. Apalagi jika dijepret dengan slow speed akan terlihat jelas 'penampakan putrinya', seperti foto berikut:
Air terjun di Curug Putri ini sangat jernih dan katanya juga memiliki khasiat mistis, yaitu mempermudah jodoh. Namanya juga katanya. Ketinggian air terjun cukup tinggi sekitar 40 meter. Badan akan menggigil ketika dekat dengan curug ini karena sangat dingin.
Di hari libur, curug ini banyak dikunjungi oleh kaum muda yang sekadar berfoto, jalan-jalan sekalian cari gebetan, atau keluarga yang sengaja mampir untuk berwisata. Selain alamnya yang asri, di tempat ini ada banyak makanan dijual, seperti jagung bakar sebagai makanan khasnya. Tertarik untuk berkunjung? Silahkan


meskipun air terjun ini banyak mengandung misteri, tapi
kalau kalian penasaran sama 3 Air Terjun ini...
Silahkan Datang ke Kuningan! :)

SUMBER: http://harjasaputra.com/reportase/unik/3-air-terjun-mistis-di-kuningan-jabar.html#sthash.6odK8QJ0.dpuf

1 komentar:

Balong Keramat Darmaloka



"Balong Keramat Darmaloka merupakan salahsatu bukti sejarah peninggalan para Wali ketika menyebarkan Agama Islam. Balong Keramat tersebut terdiri dari: Balong Ageung (Besar-red), Balong Bangsal, Balong Beunteur, Bale Kambang dan Balong Sumber Air Cibinuang. Balong Keramat Darmaloka bisa ditempuh dengan jarak satu kilo meter dari Wadukdarma ke arah barat-selatan, tepatnya di Desa dan Kecamatan Darma. Balong Darmaloka yang dianggap kecil, pada kenyataanya berfungsi besar bagi kehidupan luas. Kecuali menjadi sumber air bagi masyarakat sekitarnya, Darmaloka merupakan sumber air bagi Wadukdarma. Darmaloka dijadikan tempat berdomisili terakhir sekaligus tempat peristirahatan Syeh Rama Irengan."

“Kecil jangan disangka tak berarti atau tak berfungsi. Disadari atau tidak, yang kecil (sedikit) justru itulah sesuatu hal yang malah menarik. Dan kalau tidak diperhatikan, yang kecil bisa jadi bahan penyakit. Karena sesungguhnya dari hal yang kecil, “kebesaran” akan tercipta,” pendapat Totong Hidayat (sekarang Pelaksana Obyek Wisata Wadukdarma), cucu sang Kuncen (Juru Kunci) Balong Keramat Darmaloka, Wahyudin, melengkapi keterangan kakeknya.


Sebagai orang muda yang bakal memneruskan perjuangan leluhurnya, memelihara dan mengelola kelestarian alam Darmaloka, Totong berpendapat: “Cerita Balong Keramat Darmaloka bisa dikatagorikan kepada sebuah legenda. Alasannya, tak ada bukti-bukti  yang akurat untuk menguatkan unsur-unsur sejarah awal terjadinya Balong tersebut. Sampai saat ini,” lanjut Totong, “yang saya dapatkan hanyalah cerita dan cerita dari orangtua.”

Terlepas dari pendapatnya, Totong seorang Pegawai PDAM Kuningan (2008) yang berkantor oprasionalnya di sebelah timur Kawasan Obyek Wisata Wadukdarma, didampingi Wahyudin yang berusia sekitar 80 tahunan lebih, memberi keterangan, “Darmaloka bisa ditempuh dengan jarak satu kilo meter dari Wadukdarma ke arah barat-selatan. Ketinggian tempat tersebut + 700 m di atas permukaan laut (dpl). Luas areal keseluruhan sekitar tiga (3) HA, meliputi daratan dan luas kolam yang dikelilingi pohon-pohon tropis tinggi besar, 700 meter persegi.

Lebih jauh Totong mengatakan, “Balong Darmaloka yang dianggap kecil, pada kenyataanya berfungsi besar bagi kehidupan luas. Kecuali menjadi sumber air bagi masyarakat sekitarnya, Darmaloka merupakan sumber air bagi Wadukdarma.”

Balong Keramat Darmaloka merupakan peninggalan para Wali ketika menyebarkan Agama Islam. Balong Keramat tersebut terdiri dari: Balong Ageung (Besar-red), Balong Bangsal, Balong Beunteur, Bale Kambang dan Balong Sumber Air Cibinuang.


Desa/Kecamatan Darma tempat Balong Keramat Darmaloka berada, cerita Wahyudin, merupakan lokasi Balong ke-5 hasil karya Syeh Rama Irengan (Ireng-Ireng). “Konon,” kata Juru Kunci, “untuk melengkapi usahanya dalam menyebarkan Agama Islam, dalam waktu hanya satu (1) malam, Syeh Rama Irengan, dapat menyelesaikan pembuatan Balong (Kolam-red) sebanyak lima (5) buah di lima (5) lokasi. Pertama, mulai dari daerah utara, yakni: Pasawahan (Talaga Remis). Selanjutnya, menuju ke arah selatan, Balong Cibulan, Balong Dalem, Balong Cigugur, dan terakhir adalah Balong Keramat Darmaloka.

Darmaloka dijadikan tempat berdomisili terakhir sekaligus tempat peristirahatan Syeh Rama Irengan. Kini, tempat tersebut dikelola oleh pihak Pemerintahan Desa Darma dan dijadikan lokasi tujuan wisata, sebagai sumber pendapatan Desa di bawah naungan Dinas Pariwisata Kabupaten Kuningan. Kisaran harga tiket untuk masuk kawasan obyek wisata tersebut, jelas Totong, “Rp. 2.000,- hingga 3.000 rupiah.”

Suatu hal yang menarik di lokasi Balong Keramat Darmaloka, selain sejuk dan menyegarkan suasana alamnya, pepohonan menjulang tinggi, permukaan tanah, mata air dan kolam berbunga Teratai berikan dengan bentuk dan warna yang khas, adalah bentuk bangunan Gapura (Pintu Gerbang) yang antik. Pemandangan tersebut, semuanya bisa membawa imajinasi masing-masing pengunjung ke suasana alam yang telah silam. Imajinasi yang penuh dengan rasa ke-ingin-tahuan tentang  bagaimana kisah kehidupan beberapa ratus tahun ke belakang (masa-masa yang belum tersentuh teknologi), namun Syeh Rama Irengan mampu menyelesaikan lima (5) buah kolam dalam semalam. Itulah keajaiban Karya Sang Pencipta melalui makhluq-Nya (orang sholeh pilihan) yang patut kita renungkan-tafakuri, minimalnya ketika ber-refreshing di lokasi tersebut, yakni: Balong Keramat Darmaloka.

0 komentar:

Batik Kuningan


Motif kuda “Si Windu” dan ikan dewa yang merupakan ikan khas Cigugur Kab.Kuningan, kini disepakati sebagai motif batik khas daerah Kuningan sehingga bisa dikembangkan dan dijadikan pakaian resmi bagi kalangan PNS maupun pegawai swasta bahkan para siswa sekolah yang ada di Kab.Kuningan.

Kesepakatan itu terungkap ketika Dewan Kerajian Nasional Daerah (Dekranasda) Kab.Kuningan, menggelar lomba desain motif batik yang bakal dijadikan motif batik ciri khas Kab.Kuningan, yang digelar di Sanggar Riang Kuningan. Lomba tersebut, dimeriahkan pula dengan kegiatan pameran batik, pameran hasil karya peserta, fashion show busana batik, dan belajar membatik bagi umum termasuk untuk siswa Sekolah Dasar.

Ketua Yayasan Batik Jawa Barat Ny. Sendi Dede Yusuf yang hadir pada acara tersebut, menegaskan, Jawa Barat akan terus mengembangkan industri batik di tingkat nasional sehingga seluruh kabupaten dan kota yang ada di Jabar diharapkan memiliki motif batik khas daerahnya masing-masing.

Ia juga mengingatkan, tumbuh kembangnya industri batik, diharapkan akan mampu membuka lapangan kerja disamping tetap menghargai dan mencintai hasil budaya sendiri. Untuk mengembangkan hal ini, tentu sangat diperlukan peran pemerintah baik pusat maupun daerah terutama dalam penyediaan bahan baku yang mudah dan murah serta adanya peraturan seperti diwajibkannya baju seragam batik untuk pegawai negeri maupun swasta bahkan anak sekolah.

Ketua Umum Dekranasda Kab.Kuningan, Ny.Hj. Utje Ch Suganda,S.Sos menegaskan, batik telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya bangsa Indonesia, sehingga tidak berlebihan jika setiap daerah di Indonesia saat ini berupaya untuk mengembangkan kekhasan batik di setiap daerahnya. Untuk beberapa daerah tertentu, memang sudah ada motif-motif yang menjadi ciri khas, seperti mega mendung dari Cirebon, batik Garut dengan warna-warnanya yang cerah, dan sebagainya.

Kuningan, belum memiliki motif batik khas daerahnya. Kalaupun ada, motif batik itu baru dikembangkan oleh kelompok tertentu dan pemasarannya pun terbatas. Padahal Kuningan memiliki keberagaman budaya, sejarah dan ciri khas daerah yang sudah lebih dulu dikenal, seperti kuda Kuningan, Ikan Dewa, keindahan Ciremai, Gedung Linggarjati, dan lainnya.

http://www.pikiran-rakyat.com/

0 komentar:

KUNINGAN: Palutungan


Palutungan adalah area perkemahan di kaki gunung ciremai terletak di Desa Palutungan, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Tempat wisata ini berada 1.100 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ini merupakan salah satu alternatif tempat liburan yang ada di kuningan. Selain Pemandangannya yang indah dan menyejukan ada juga sebuah curug yang sering disebut curug ciputri, Curug Putri sendiri berasal dari legenda tempat tersebut sebagai tempat pemandian para putri dari Kahyangan, tempat para bidadari turun ke Bumi. Apabila ada hujan gerimis dan matahari bersinar maka dari Curug Putri ini dapat melihat Pelangi atau Katumbiri dan

masyarakat meyakini bahwa ketika pelangi muncul artinya para dewi yang cantik jelita dari kahyangan sedang turun ke bumi. Curug Ciputri memiliki ketinggian mencapai 20 meter dan berasal dari mata air jauh di dalam hutan Gunung Ciremai (3.078 mdpl).  Curug ini terletak dalam kawasan Bumi Perkemahan Palutungan dengan ketinggian 1.100 – 1.150 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan curah hujan 3.000 mm/tahun, dan sejuknya suhu udara antara 20 – 24C.

Terletak di Dusun Palutungan, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Curug ini sering dikunjungi oleh para pengunjung yang menganggap tempat itu perlu didatangi, khususnya bagi mereka yang ingin meminta berkah.  Kesan mistis adanya seorang putri yang menunggu daerah itu membuat banyak pengunjung yang datang dengan berbagai alasan lebih dari sekadar berwisata.

Ada yang ingin segera dapat jodoh atau pekerjaan setelah membasuh muka atau mandi di bawah curug (air terjun). Dan aktivitas itu akan terasa ketika mendekati bulan puasa atau hari tertentu yang dikeramatkan. Tempat ini juga merupakan satu dari tiga jalur pendakian menuju puncak Gunung Ciremai. Meski merupakan jalur terpanjang, pendaki lebih memilih lewat sini karena merupakan rute paling mudah.

Fasilitas Dan Akomodasi

Selain area camping ground di bumi perkemahan, fasilitas lain yang tersedia adalah tempat parkir, toilet umum, sarana ibadah, warung jajanan, pusat informasi, dan sarana olahraga.  Sayangnya fasilitas tersebut di atas tidak terawat dengan baik. Coretan di dinding batu, atau prasarana umum seperti pos penjagaan dan kamar mandi, banyak terlihat. Daun kering pun berserakan dan menyampah di sekitar area perkemahan.

0 komentar:

Upacara Adat Seren Taun

Nama Kegiatan: Seren Taun
Penyelenggara: Paseban Tripanca Tunggal
Lokasi: Cigugur-Kuningan

Synopsis Kegiatan:
Upacara Seren taun merupakan upacara masyarakat agararis adalah penyerahan hasil panen yang diterima pada tahun yang akan berlalu serta salah satu media dalam mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah yang telah diterima seiring dengan harapan agar dimasa yang akan datang, hasil panen seluruh anggota masyarakat dapat lebih melimpah lagi.  Penyelenggaraan dimulai dengan upacara ngajayuk (menyambut) pada tanggal 18 Rayagung, kemudian dilanjutkan pada tanggal 22 Rayagung dengan upacara pembukaan padi sebagai puncak acara, dengan disertai beberapa kesenian tradisional masyarakat agraris sunda tempo dulu, seperti ronggeng gunung, seni klasik tarawangsa, gending karesmen, tari bedaya, upacara adat ngareremokeun dari masyarakat kanenes baduy, goong renteng, tari buyung, angkulung buncis doodog lonjor, reog, kacapi suling dan lain-lain yang mempunyai makna dan arti tersendiri, khususnya bagi masyarakat sunda.

0 komentar:

KUNINGAN: Taman Purbakala

SAJARAH CIPARI

Situs Purbakala Cipari merupakan situs peninggalan era megalitikum dari masyarakat yang hidup di daratan Sunda Besar (mencakup Sumatera, Jawa, dan Kalimantan serta laut yang menghubungkan ketiganya pada masa purba, sekitar 10.000 tahun yang lalu). Pertama kali ditemukan pada tahun 1972, berupa komplek pekuburan. Lokasinya terletak di Kampung Cipari, Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Situs ini terhitung cukup lengkap menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa itu. Lokasi situs ini sekarang menjadi tujuan wisata pedagogi (Taman Purbakala Cipari) dan dilengkapi dengan museum.
Kelurahan Cipari Kecamatan Cigugur adalah salah satu tempat ditemukannya peninggalan kebudayaan prasejarah di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Selain Cipari, ada paling sedikit delapan tempat di sekitar kaki gunung Ciremai yang terdapat peninggalan bercorak Megalitik, Klasik, Hindu-Buddha, dan kolonial Belanda.
Di Cipari sendiri ditemukan tiga peti kubur batu yang di dalamnya terdapat bekal kubur berupa kapak batu, gelang batu, dan gerabah. Bekal kubur ini masih tersimpan dalam bangunan museum. Di dalam peti tidak ditemukan kerangka manusia, karena tingkat keasaman dan kelembapan tanah yang terletak 661 meter dpl itu terbilang tinggi, sehingga tulang yang dikubur mudah hancur.
Area ditemukannya artefak-artefak batu dan gerabah masih tertata baik, juga tingkat kedalaman benda-benda itu terkubur masih orisinal. Peti kubur yang terbuat dari batu indesit besar berbentuk sirap masih tersusun di tempatnya semula. Mengarah ke timur laut barat daya yang menggambarkan konsep-konsep kekuasaan alam, seperti matahari dan bulan yang menjadi pedoman hidup dari lahir sampai meninggal.
Peti kubur batu yang ada situs purbakala Cipari ini memiliki kesamaan dengan fungsi peti-peti kubur batu di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Masyarakat Sulawesi Utara menyebut peti kubur batu sebagai waruga, masyarakat Bondowoso menyebutnya pandusa, dan masyarakat Samosir menyebutnya tundrum baho.
Ada pula tanah lapang berbentuk lingkaran dengan diameter enam meter dengan dibatasi susunan batu sirap, di tengah-tengahnya terdapat batu. Tempat yang bernama Batu Temu Gelang ini adalah lokasi upacara dalam hubungan dengan arwah nenek moyang serta berfungsi sebagai tempat musyawarah.
Di kawasan ini juga ada altar batu (punden berundak), yakni bangunan berundak-undak yang di bagian atasnya terdapat benda-benda megalit atau makam seseorang yang dianggap tokoh dan dikeramatkan. Altar ini berfungsi sebagai temapt upacara pemujaan arwah nenek moyang.
Di ketinggian tertentu terdapat pula menhir, yakni batu tegak kasar sebagai medium penghormatan sekaligus tempat pemujaan. Ada pula dolmen (batu meja) yang tersusun dari sebuah batu lebar yang ditopang beberapa batu lain sehingga berbentuk meja. Fungsi dolmen sebagai tempat pemujaan kepada arwah nenek moyang sekaligus tempat peletakan sesaji. Terdapat juga batu dakon (lumpang batu), yakni batu berlubang satu atau lebih, berfungsi sebagai tempat membuat ramuan obat-obatan.
Luas Situs Taman Purbakala Prasejarah Cipari 6.364 meter persegi. Artefak-artefak, yakni peti kubur batu, gerabah, gelang batu, beliung persegi, kapak perunggu, dan manik-manik ditemukan pada beberapa kali penggalian.Berdasar temuan itulah situs ini diduga berasal dari masa perundagian (paleometalik atau perunggu-besi) yang masih melanjutkan tradisi megalitik, sekitar tahun 1.000—500 SM. Saat itu masyarakat sudah mengenal cocok tanam dan organisasi yang baik.
Walaupun ditemukan artefak-artefak namun temuan ini tidak dapat menjelaskan siapa yang dikubur dalam tiga peti kubur batu itu dan bagaimana ciri-ciri fisiknya, selain diperkirakan tiga orang itu adalah pemuka masyarakat.
Situs Museum Taman Purbakala Cipari berada di lingkungan Kelurahan Cipari Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Terletak di daerah berbukit dengan ketinggian 661 meter dpl, di kaki gunung Ciremai bagian timur dan bagian barat kota Kuningan. Cipari berjarak 4 kilometer dari ibukota Kuningan dan 35 kilometer dari kota Cirebon.
Area ini sebelumnya adalah tanah milik Bapak Wijaya serta milik beberapa warga lainnya. Pada tahun 1971, Bapak Wijaya menemukan batuan yang setelah diteliti ternyata peti kubur batu, kapak batu, gelang batu, dan gerabah. Setelah diadakan penggalian percobaan dengan tujuan penyelamatan artefak tahun 1972, tiga tahun kemudian diadakan penggalian total. Setahun kemudian dibangun Situs Museum Taman Purbakala Cipari. Pada 23 Februari 1978 museum diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. DR. Syarif Thayeb
Pra Sejarah Indonesia
Indonesia pada periode prasejarah mencakup suatu periode yang sangat panjang, kira-kira sejak 1,7 juta tahun yang lalu, berdasarkan temuan-temuan yang ada. Pengetahuan orang terhadap hal ini didukung oleh temuan-temuan fosil hewan dan manusia (hominid), sisa-sisa peralatan dari batu, bagian tubuh hewan, logam (besi dan perunggu), serta gerabah.
Secara geologi, wilayah Indonesia modern merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, hanya 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni pertama adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa “manusia Flores” (Homo floresiensis) di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 50.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia. Mereka, yang berciri rasial berkulit gelap dan berambut ikal rapat (Negroid), menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktek-praktek megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.

0 komentar:

Gedung Perundingan Linggarjati

INILAH.COM, Kuningan - Perundingan atau perjanjian Linggarjati bisa dianggap sebagai sebuah perjanjian yang sangat penting bagi negara Indonesia.

Perundingan ini mempunyai hubungan yang erat dengan eksistensi pemerintah Indonesia di mata dunia pada waktu itu, baik secara de facto maupun de jure.

Di antara isi pokok perjanjian Linggarjati, adalah Belanda mengakui secara De Facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia. Kemudian, Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.

Gedung Linggarjati mempunyai sejarah yang panjang. Johannes Van Os, ialah orang yang pertama kali memperbaiki rumah ini dan menjadikannya rumah keluarga pada 1930. Sebelumnya rumah ini hanyalah sebuah gubuk milik ibu Jasitem yang kemudian diperistri oleh orang Belanda.

Pada 1935, oleh Van Hetker gedung ini dikontrak dan di rombak lagi menjadi Hotel Rustoord. Pada zaman pendudukan Jepang, gedung ini direbut dan dijadikan Hokai Ryokai pada 1942.

Pada 1945 pejuang kita berhasil merebutnya dan dijadikan sebagai markas BKR dan diubah namanya menjadi Hotel Merdeka. Perundingan Linggarjati pun terjadi pada tanggal 10-13 November 1946.

Kemudian pada 1950-1975, sempat digunakan untuk Sekolah Dasar Linggarjati 1. Kemudian akhirnya gedung ini dijadikan museum setelah direnovasi.

Pada 1985, sang anak pemilik rumah yaitu Dr. Willem Van Os dan Joty Kulve-Van Os yang memang dibesarkan di rumah ini berhasil memperjuangkannya untuk dikukuhkan sebagai cagar budaya dan memiliki nama Gedung Perundingan Linggarjati.

0 komentar:

INDONESIA BAGUS: KUNINGAN


Kuningan @ INDONESIA BAGUS NET TV

0 komentar: